Masa keemasan usaha kerajinan Asmat di Dusun
Pucung, Bantul, Yogyakarta mulai berakhir. Persaingan dengan pemodal luar yang
membuka usaha serupa yang menjadi penyebab. Akibatnya, banyak perajin di dusun
tersebut yang tak meneruskan usahanya. Demikian pemantauan SCTV di dusun
tersebut, baru-baru ini.
Usaha kerajinan ini, sebetulnya sudah mulai dirintis warga Dusun Pucung, Kecamatan Sewon, Bantul, sejak 1983. Awalnya, seorang pengusaha meubel di kawasan Prawirotaman, Yogyakarta, yang kebanjiran order kerajinan ala Asmat menawarkan pekerjaan kepada warga setempat. Mulai saat itulah kerajinan jenis suku Asmat, Irianjaya ini berkembang pesat di Dusun Pucung. Alhasil, sebagian warga sekitar yang semula memiliki mata pencarian sebagai buruh bangunan beralih profesi menjadi perajin kayu.
Karena permintaan baik lokal maupun internasional terus bertambah, jumlah perajin di dusun itu pun bertambah. Bahkan, pembuatan pun tak hanya terbatas pesanan, tetapi juga dipasarkan ke sejumlah lokasi wisata di Yogyakarta. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Sebab, sejak pertengahan tahun 90-an, pemodal luar juga turut membangun usaha yang sama. Alhasil, produk kerajinan di pasaran membludak, sehingga melahirkan persaingan tidak sehat. Akibatnya, banyak perajin setempat yang terpaksa gulung tikar. Berdasarkan data, dari 200 lebih perajin yang menggeluti bisnis kerajinan Asmat, sekarang ini, tinggal sekitar 20-an yang masih bertahan.(AWD/Wiwik Susilo)
Usaha kerajinan ini, sebetulnya sudah mulai dirintis warga Dusun Pucung, Kecamatan Sewon, Bantul, sejak 1983. Awalnya, seorang pengusaha meubel di kawasan Prawirotaman, Yogyakarta, yang kebanjiran order kerajinan ala Asmat menawarkan pekerjaan kepada warga setempat. Mulai saat itulah kerajinan jenis suku Asmat, Irianjaya ini berkembang pesat di Dusun Pucung. Alhasil, sebagian warga sekitar yang semula memiliki mata pencarian sebagai buruh bangunan beralih profesi menjadi perajin kayu.
Karena permintaan baik lokal maupun internasional terus bertambah, jumlah perajin di dusun itu pun bertambah. Bahkan, pembuatan pun tak hanya terbatas pesanan, tetapi juga dipasarkan ke sejumlah lokasi wisata di Yogyakarta. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Sebab, sejak pertengahan tahun 90-an, pemodal luar juga turut membangun usaha yang sama. Alhasil, produk kerajinan di pasaran membludak, sehingga melahirkan persaingan tidak sehat. Akibatnya, banyak perajin setempat yang terpaksa gulung tikar. Berdasarkan data, dari 200 lebih perajin yang menggeluti bisnis kerajinan Asmat, sekarang ini, tinggal sekitar 20-an yang masih bertahan.(AWD/Wiwik Susilo)
Seni Ukir Papua Suku Asmat
Rabu, 16 Desember 2009
14:37
ukir dari suku Asmat,
Papua.Banyak orang beranggapan, kebudayaan suku Asmat dapat dipelajari melalui
seni ukir yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Walaupun terkadang, ada juga yang
belum begitu mengenal seni ukir Asmat. Ukiran Asmat sangat beragam, kadang berbentuk
manusia, perahu, panel, ataupun perisai. Pola ukirannya-pun berdasarkan
keseharian hidup suku Asmat itu sendiri. Salah satunya, motif orang berburu.
Sebagai wujud penghormatan mereka terhadap nenek moyang atau leluhurnya, secara
turun temurun, pola seni ukir yang dibuat oleh suku Asmat selalu dikaitkan pada
kepercayaan mereka terhadap leluhur. Membuat kerajinan ukiran, diawali dengan
memahat sepotong kayu untuk menjadi sebuah pola. Karena setiap apa yang mereka
buat mempunyai makna tersendiri. Sebagai contoh, ada 3 macam warna, merah,
hitam, dan putih yang selalu digunakan oleh suku Asmat pada beberapa hasil
ukirannya. Merah melambangkan daging, Putih menggambarkan tulang. Sementara
hitam melambangkan warna kulit dari suku Asmat itu sendiri. Melengkapi
informasi tentang seni ukir suku Asmat. Kami mengajak Anda untuk mengikuti
wawancara kami , dengan Deki Asiam, seorang warga suku Asmat, Papua ketika
membuat ukiran berbentuk perisai di Bogor beberapa waktu lalu.
Seni Ukir Suku Asmat
seni ukir suku asmat
Banyak orang beranggapan, kebudayaan suku Asmat dapat
dipelajari melalui seni ukir yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Ukiran Asmat
sangat beragam, kadang berbentuk manusia, perahu, panel, ataupun perisai. Pola
ukirannya-pun berdasarkan keseharian hidup suku Asmat itu sendiri. Salah
satunya, motif orang berburu. Sebagai wujud penghormatan mereka terhadap nenek
moyang atau leluhurnya, secara turun temurun, pola seni ukir yang dibuat oleh
suku Asmat selalu dikaitkan pada kepercayaan mereka terhadap leluhur.Tahapan untuk membuat kerajinan ukir diawali dengan memahat sepotong kayu untuk dijadikan sebuah pola. Karena setiap ukiran yang mereka buat mempunyai makna tersendiri. Sebagai contoh, ada 3 macam warna, merah, hitam, dan putih yang selalu digunakan oleh suku Asmat pada beberapa hasil ukirannya. Merah melambangkan daging, Putih menggambarkan tulang. Sementara hitam melambangkan warna kulit dari suku Asmat itu sendiri. Dengan menggunakan alat pahat tradisional yang terbuat dari jambu batu dan batu kali. Suku Asmat mampu membuat kerajinan ukiran dari berbagai jenis kayu, seperti kayu sago, kayu jati, ataupun kayu susu. Sehingga tidaklah mengherankan, jika berbagai sumber media online menuliskan, seni ukir Asmat ini banyak diminati tidak hanya oleh wisatawan domestik dan mancanegara.
0 komentar:
Posting Komentar